PTALI

Pendahuluan

Sampah adalah masalah yang tak bisa dihindari dalam kehidupan manusia modern. Dari rumah tangga hingga industri, sampah diproduksi setiap hari dalam jumlah yang luar biasa. Sayangnya, sistem pengelolaan sampah di banyak kota di Indonesia masih bergantung pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebagai lokasi utama penampungan. Ketika TPA mencapai kapasitas maksimumnya, pertanyaan krusial pun muncul: Jika TPA sudah penuh, mau buang sampah ke mana?

Pertanyaan ini bukanlah retoris. Banyak daerah di Indonesia saat ini menghadapi kenyataan pahit bahwa TPA mereka sudah tidak mampu menampung volume sampah harian. Ketidakmampuan ini tidak hanya menimbulkan krisis pengelolaan sampah, tetapi juga dampak ekologis, sosial, dan ekonomi yang signifikan.

Fakta Lapangan: TPA yang Kian Menumpuk

1. TPA Bantar Gebang, Bekasi

Bantar Gebang adalah TPA terbesar di Indonesia dan menampung sekitar 7.500 ton sampah setiap hari dari wilayah DKI Jakarta. Dengan luas sekitar 110 hektare, Bantar Gebang telah beroperasi sejak 1989. Namun, menurut laporan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta tahun 2023, Bantar Gebang diprediksi akan penuh pada tahun 2025 jika tidak ada terobosan pengurangan volume sampah atau pengembangan lahan baru.

2. TPA Supit Urang, Malang

TPA ini telah melebihi kapasitas dan seringkali memunculkan masalah lingkungan seperti longsor sampah dan bau tak sedap. Pemerintah Kota Malang tengah mencari alternatif lokasi baru, namun menghadapi penolakan warga karena kekhawatiran akan dampak kesehatan dan lingkungan.

3. TPA Piyungan, Yogyakarta

Pada 2023, TPA Piyungan resmi ditutup sementara karena sudah melebihi kapasitas. Penutupan ini mengakibatkan darurat sampah di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya, di mana ribuan ton sampah mengendap di jalanan dan tempat umum karena tidak ada tempat untuk membuangnya.

Sumber:

  • Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta (2023)
  • Kompas.com (2023): TPA Piyungan Tutup, Yogyakarta Darurat Sampah

Mengapa TPA Bisa Penuh?

a. Ketergantungan pada Sistem TPA Konvensional

Sebagian besar kota masih menerapkan sistem open dumping dan sanitary landfill yang memerlukan lahan luas untuk menampung sampah tanpa proses pengolahan lanjutan. Sistem ini hanya memindahkan masalah, bukan menyelesaikannya.

b. Pertumbuhan Penduduk dan Konsumsi

Semakin banyak penduduk berarti semakin banyak konsumsi dan limbah. Urbanisasi yang cepat mempercepat volume sampah yang masuk ke TPA.

c. Rendahnya Tingkat Daur Ulang

Menurut data KLHK tahun 2022, hanya 13% sampah di Indonesia yang berhasil didaur ulang. Sisanya dibuang langsung ke TPA, baik organik maupun anorganik.

d. Minimnya Edukasi dan Infrastruktur Pengelolaan Sampah di Sumber

Mayoritas masyarakat belum terbiasa memilah sampah. Kurangnya fasilitas daur ulang dan kompos rumah tangga memperparah situasi.

Dampak dari TPA yang Penuh

1. Krisis Sampah di Perkotaan

Ketika TPA ditutup atau tidak mampu menampung sampah, sampah akan menumpuk di TPS (tempat penampungan sementara), jalanan, sungai, bahkan area publik. Ini bukan hanya mengganggu estetika kota, tetapi juga menjadi sumber penyakit dan pencemaran lingkungan.

2. Meningkatnya Risiko Longsor dan Kebakaran Sampah

Sampah yang menumpuk dan menua menghasilkan gas metana yang mudah terbakar dan bisa menyebabkan kebakaran spontan, sebagaimana sering terjadi di Bantar Gebang. Selain itu, struktur tumpukan yang tidak stabil dapat longsor dan menimbulkan korban jiwa, seperti tragedi TPA Leuwigajah tahun 2005.

3. Penolakan Masyarakat atas Lokasi Baru

Saat pemerintah mencari lokasi TPA baru, masyarakat seringkali menolak karena takut akan dampak negatifnya. Hal ini menimbulkan konflik sosial dan mempersulit pembangunan fasilitas baru.

4. Dampak Ekonomi

Krisis sampah meningkatkan biaya penanganan oleh pemerintah, mengurangi pendapatan dari pariwisata, dan merugikan pelaku usaha karena terganggunya kenyamanan lingkungan.

Mau Buang Sampah ke Mana? Solusi Jangka Pendek dan Panjang

1. Reduksi Sampah dari Sumbernya

Solusi paling mendasar adalah mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan. Ini mencakup:

  • Menghindari barang sekali pakai
  • Memilah sampah rumah tangga
  • Komposting limbah organik
  • Menggunakan produk isi ulang atau kemasan ramah lingkungan

Fakta: Menurut Waste4Change, sekitar 60% sampah rumah tangga di Indonesia adalah sampah organik yang seharusnya bisa dikomposkan, bukan dibuang ke TPA.

2. Optimalisasi Bank Sampah dan TPS 3R

Bank Sampah dan Tempat Pengolahan Sampah 3R (Reduce, Reuse, Recycle) menjadi solusi komunitas yang efektif. Masyarakat bisa menjual sampah bernilai ekonomis seperti botol plastik, kardus, dan logam.

3. Pemanfaatan Teknologi Waste-to-Energy

Teknologi ini mengubah sampah menjadi energi listrik. Beberapa kota seperti Surabaya (TPA Benowo) dan Jakarta mulai menerapkannya. Meski menuntut investasi besar, WTE dapat mengurangi volume sampah hingga 80%.

4. Co-processing di Industri Semen

Beberapa pabrik semen menggunakan metode co-processing, yakni memanfaatkan sampah sebagai bahan bakar alternatif di tanur semen. Ini sudah dilakukan oleh PT Semen Indonesia dan menjadi alternatif pengurangan beban TPA.

5. Perluasan dan Rehabilitasi TPA Lama

TPA yang sudah penuh bisa direhabilitasi menjadi taman kota, taman energi, atau area terbatas lainnya jika telah distabilisasi. Sementara itu, lahan baru harus dirancang dengan sistem modern yang meminimalkan pencemaran.

6. Kebijakan Zero Waste dan Extended Producer Responsibility (EPR)

Kebijakan EPR mewajibkan produsen bertanggung jawab terhadap kemasan produknya hingga ke tahap pasca-konsumsi. Program ini bisa mengurangi beban sampah kemasan di TPA.

Sumber:

  • Waste4Change (2022)
  • KLHK (2023)
  • World Bank Indonesia (2021): Indonesia’s Path toward Circular Economy

Peran Pemerintah dan Masyarakat

Pemerintah:

  • Menyediakan fasilitas pengelolaan sampah terpadu
  • Menetapkan regulasi ketat soal pemilahan sampah
  • Memberi insentif bagi pelaku usaha yang menerapkan prinsip ekonomi sirkular
  • Melakukan kampanye dan edukasi publik secara konsisten

Masyarakat:

  • Memilah dan mengurangi sampah sejak dari rumah
  • Aktif dalam program bank sampah
  • Mengawasi implementasi kebijakan pemerintah
  • Menyuarakan solusi yang ramah lingkungan dalam ruang publik dan media sosial

Tempat Pembuangan sampah selain TPA

  1. Bank Sampah
  2. Komposter Rumah atau komunal
  3. TPS 3R (Tempat Pengolahan sampah reduce, Reuse, Recycle)
  4. Industri Co-Processing
  5. PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah)
  6.  Reuse dan Upcycling
  7. Larangan : membuang di tempat liar

Kesimpulan

Krisis TPA yang penuh bukan hanya ancaman logistik, tetapi juga peringatan keras bahwa sistem pengelolaan sampah kita butuh revolusi. Tumpukan sampah bukan hanya simbol kegagalan tata kelola, melainkan juga ancaman ekologis, sosial, dan ekonomi.

Pertanyaan “Mau buang sampah ke mana?” harus dijawab dengan kesadaran kolektif, bahwa solusi tidak selalu berarti mencari tempat baru untuk menampung limbah, tetapi justru mengurangi sampah itu sendiri dari sumbernya, mengubah pola konsumsi, dan menciptakan sistem yang berkelanjutan dan adil bagi semua pihak.

Jika kita tidak segera bertindak, gunung-gunung sampah akan menjadi warisan kelam bagi generasi mendatang—dan pada saat itu, mungkin tak ada lagi tempat untuk membuangnya.

Daftar Sumber

  1. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. (2023). Proyeksi Kapasitas TPA Bantar Gebang.
  2. Kompas.com. (2023). TPA Piyungan Tutup, Yogyakarta Dilanda Darurat Sampah.
  3. KLHK. (2023). Status Pengelolaan Sampah Nasional.
  4. Waste4Change. (2022). Laporan Tahunan Pengelolaan Sampah Indonesia.
  5. Tempo.co. (2023). Proyek Waste-to-Energy di Jakarta dan Surabaya.\
  6. World Bank. (2021). Circular Economy and Solid Waste Management in Indonesia.
  7. Greenpeace Indonesia. (2022). Extended Producer Responsibility dan Tantangan Sampah Plastik.
  8. Liputan6. (2023). Co-processing di Pabrik Semen sebagai Solusi Alternatif Pengolahan Sampah.
Safrin Heruwanto

By admin