Menjadi Indonesia yang Ramah Anak
Pendahuluan
Hari Anak Nasional (HAN) diperingati setiap tanggal 23 Juli di Indonesia. Penetapan tanggal ini merujuk pada disahkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, serta kesadaran pemerintah akan pentingnya perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak sebagai generasi penerus bangsa.
Tema Hari Anak Nasional biasanya berubah setiap tahun, namun esensinya tetap sama: mengajak seluruh komponen bangsa, baik individu, keluarga, komunitas, dunia usaha, hingga pemerintah, untuk melindungi dan memenuhi hak anak demi tumbuh kembang yang optimal. Di tengah tantangan zaman, seperti kekerasan terhadap anak, eksploitasi, dan dampak digitalisasi, momentum Hari Anak Nasional menjadi sangat penting untuk melakukan refleksi dan aksi nyata.
Sejarah dan Latar Belakang Hari Anak Nasional
Hari Anak Nasional secara resmi ditetapkan pada 23 Juli oleh Presiden Soeharto pada tahun 1984, dan dirayakan setiap tahunnya hingga sekarang. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan dan kesejahteraan anak.
Pemilihan tanggal 23 Juli bertepatan dengan disahkannya UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. UU ini mengamanatkan bahwa anak berhak atas kesejahteraan, pengasuhan, pendidikan, perlindungan dari kekerasan, dan peran dalam pembangunan bangsa.
Namun, seiring perkembangan zaman, permasalahan anak makin kompleks: dari masalah anak jalanan, pekerja anak, perundungan siber, hingga ancaman radikalisme. Oleh karena itu, Hari Anak Nasional bukan hanya seremoni, tetapi ajakan untuk bertindak.
Kondisi Anak Indonesia Saat Ini
Berdasarkan data BPS (2023), jumlah anak Indonesia mencapai sekitar 30% dari total penduduk, atau setara dengan lebih dari 80 juta anak. Angka ini menegaskan bahwa masa depan bangsa sangat bergantung pada bagaimana anak-anak Indonesia tumbuh hari ini.
Namun, menurut KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), sepanjang 2023 terdapat 3.300 lebih kasus pelanggaran terhadap anak, mayoritas berupa kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga. Di sisi lain, penetrasi internet yang tinggi di kalangan anak membawa tantangan baru seperti kecanduan gawai, paparan konten negatif, hingga perundungan daring (cyberbullying).
Pandangan Para Ahli Tentang Pentingnya HAN
1. Prof. Dr. Irwanto, M.Sc. (Psikolog Anak dan Guru Besar Psikologi Universitas Katolik Atma Jaya)
Prof. Irwanto menekankan pentingnya keterlibatan aktif keluarga dalam perkembangan anak. Ia menyatakan:
“Anak membutuhkan lingkungan yang aman dan suportif. Hari Anak Nasional seharusnya menjadi pengingat bahwa tanggung jawab membesarkan anak bukan hanya tugas ibu, tapi seluruh ekosistem, termasuk ayah, guru, tetangga, dan negara.”
Irwanto juga menyuarakan pentingnya pendekatan berbasis hak anak dalam pendidikan dan pengasuhan. Ia mengkritisi pola pendidikan otoriter yang masih dominan, dan mendorong model pengasuhan yang ramah dan partisipatif.
2. Dr. Seto Mulyadi (Kak Seto, Ketua LPAI – Lembaga Perlindungan Anak Indonesia)
Kak Seto dikenal sebagai tokoh utama dalam advokasi perlindungan anak. Dalam wawancara dengan Kompas (2022), beliau mengatakan:
“Hari Anak Nasional bukanlah ajang pesta semata. Ini adalah panggilan untuk merefleksikan sejauh mana kita telah menunaikan amanah menciptakan Indonesia layak anak.”
Ia juga mengajak masyarakat untuk menjadikan rumah dan sekolah sebagai zona bebas kekerasan. Menurutnya, anak tidak hanya perlu dilindungi secara fisik, tetapi juga mental dan emosional.
3. Dr. Maria Ulfah Anshor (Komisioner KPAI)
Dr. Maria Ulfah menyatakan bahwa perlindungan anak harus disinergikan dengan kebijakan pemerintah daerah. Ia mengatakan:
“Banyak perda yang belum responsif terhadap kebutuhan anak. HAN adalah momen yang tepat untuk mendorong regulasi yang berpihak pada anak, termasuk dalam anggaran daerah dan layanan kesehatan mental.”
Menurutnya, pemenuhan hak anak harus ditopang oleh kolaborasi multisektor—termasuk dunia usaha, media, dan lembaga pendidikan.
Hak Anak Menurut Konvensi Internasional
Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (CRC) pada tahun 1990 melalui Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990. Ada empat prinsip dasar dalam CRC:
- Non-diskriminasi: Semua anak berhak diperlakukan sama.
- Kepentingan terbaik bagi anak: Semua tindakan harus mengutamakan kepentingan anak.
- Hak untuk hidup dan berkembang: Anak berhak atas hidup yang layak dan berkembang secara optimal.
- Hak untuk didengar: Anak berhak menyatakan pendapat dan didengarkan dalam setiap keputusan yang menyangkut dirinya.
Sayangnya, pelaksanaan prinsip-prinsip ini belum merata di semua daerah di Indonesia. Masih banyak anak yang tidak mengakses pendidikan layak, terjebak dalam pekerjaan berbahaya, atau menjadi korban kekerasan.
Tantangan Perlindungan Anak di Indonesia
Beberapa tantangan utama yang dihadapi anak-anak Indonesia antara lain:
- Kekerasan dan Eksploitasi Anak: Banyak kasus kekerasan dalam keluarga dan sekolah yang tidak dilaporkan karena stigma.
- Pernikahan Dini: Indonesia termasuk negara dengan angka pernikahan anak tertinggi di ASEAN.
- Pekerja Anak: Ribuan anak masih bekerja di sektor informal karena tekanan ekonomi.
- Ketimpangan Akses Pendidikan: Anak-anak di wilayah terpencil masih mengalami kesulitan dalam mengakses sekolah dan kualitas guru.
- Digitalisasi yang Tidak Terkontrol: Gawai dan internet membawa ancaman baru seperti pornografi, penipuan daring, dan cyberbullying.
Solusi dan Aksi Nyata untuk Anak
Untuk membangun Indonesia yang ramah anak, berikut beberapa strategi penting:
1. Pendidikan Pengasuhan Positif
Program pengasuhan berbasis kasih sayang dan tanpa kekerasan harus terus disosialisasikan. Pemerintah bersama LSM dan tokoh agama perlu memberikan pelatihan kepada orang tua mengenai pentingnya komunikasi empatik dengan anak.
2. Sekolah Ramah Anak
Sekolah harus menjadi tempat aman bagi tumbuh kembang anak, bebas dari perundungan, diskriminasi, dan kekerasan verbal. Program sekolah ramah anak (SRA) perlu diperluas dan diawasi dengan baik.
3. Layanan Kesehatan dan Psikologis Anak
Fasilitas kesehatan harus menyediakan layanan konsultasi psikologi gratis bagi anak-anak, terutama yang terdampak kekerasan atau pandemi. Pemerintah juga harus melatih tenaga pendamping anak yang profesional.
4. Partisipasi Anak dalam Pembangunan
Anak harus dilibatkan dalam perencanaan program pembangunan, terutama dalam forum-forum anak. Ini selaras dengan prinsip hak untuk didengar dalam CRC.
5. Digital Literacy untuk Anak dan Orang Tua
Literasi digital menjadi kunci menghadapi dunia digital. Edukasi tentang keamanan siber, penggunaan sehat media sosial, dan dampak konten negatif perlu terus digencarkan.
Hari Anak Nasional dan Masa Depan Bangsa
HAN bukan hanya milik anak-anak, tetapi juga refleksi tanggung jawab orang dewasa untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Anak yang terlindungi hari ini adalah pemimpin yang bijak di masa depan. Oleh karena itu, setiap individu perlu mengambil peran aktif, mulai dari memberi contoh baik, mengedukasi anak tentang hak-haknya, hingga mengadvokasi kebijakan publik yang berpihak pada anak.
Kegiatan yang Bisa Dilakukan dalam Rangka Hari Anak Nasional
1. Festival Anak dan Pentas Seni
- Tujuan: Memberikan ruang ekspresi bagi anak-anak.
- Isi kegiatan: Tari tradisional, musik anak, puisi tentang hak anak, drama pendek.
- Dampak: Meningkatkan rasa percaya diri dan kreativitas anak.
2. Lomba Edukatif Bertema Hak Anak
- Jenis lomba: Menggambar, mewarnai, menulis surat untuk presiden, membuat poster digital, video kampanye anti kekerasan.
- Bisa diadakan di sekolah, komunitas, atau secara daring.
- Anak diajak berpikir kritis dan memahami hak mereka.
3. Dialog Interaktif Anak dan Pemerintah (Forum Anak)
- Anak-anak diberi kesempatan menyampaikan aspirasi kepada pejabat publik.
- Contoh kegiatan: “Anak Bertanya, Bupati Menjawab”.
- Ini melatih anak untuk menyuarakan pendapat dan memahami sistem pemerintahan.
4. Kampanye Media Sosial #SuaraAnakIndonesia
- Anak-anak membuat konten positif seperti video pendek, puisi, atau kutipan harapan untuk masa depan Indonesia.
- Tagar yang digunakan: #HariAnakNasional #SuaraAnakIndonesia
- Memberikan ruang partisipasi digital yang aman dan positif.
5. Workshop Literasi Digital untuk Anak dan Orang Tua
- Tema: Keamanan internet, bahaya pornografi digital, cyberbullying, dan etika bermedia sosial.
- Narasumber: psikolog anak, praktisi IT, aktivis perlindungan anak.
- Membantu anak dan orang tua bijak dalam menggunakan gawai.
6. Pemeriksaan Kesehatan dan Konseling Gratis
- Diadakan di puskesmas atau sekolah bekerja sama dengan Dinkes.
- Fokus: kesehatan gizi, kesehatan mental, imunisasi, dan konseling tumbuh kembang.
- Mengedukasi anak pentingnya menjaga kesehatan jasmani dan mental.
7. Gerakan Membaca Buku Bersama Anak
- Bisa dilakukan di perpustakaan, taman baca, atau komunitas.
- Buku-buku anak yang mengandung nilai moral dan hak anak menjadi prioritas.
- Menumbuhkan budaya literasi sejak dini.
8. Hari Tanpa Kekerasan di Sekolah
- Semua guru dan siswa menandatangani komitmen anti bullying.
- Workshop tentang empati dan komunikasi sehat di kelas.
- Simulasi penyelesaian konflik tanpa kekerasan.
9. Donasi dan Aksi Sosial untuk Anak Kurang Mampu
- Menggalang dana atau barang (buku, mainan edukatif, pakaian) untuk anak yatim, anak jalanan, dan anak difabel.
- Kegiatan bisa dikolaborasikan dengan yayasan atau LSM.
10. Nonton Bareng Film Edukasi Anak
- Film yang menyuarakan perjuangan anak, seperti Laskar Pelangi, Keluarga Cemara, atau animasi bertema hak anak.
- Setelah film, dilakukan diskusi ringan dengan fasilitator.
11. Penghargaan untuk Anak Berprestasi dan Inspiratif
- Sekolah, komunitas, atau pemerintah memberikan penghargaan kepada anak-anak yang menunjukkan keberanian, kreativitas, atau dedikasi luar biasa.
- Contoh: anak yang berhasil membantu temannya dari perundungan, atau yang aktif di kegiatan lingkungan.
12. Pengukuhan Sekolah dan Desa Ramah Anak
- Penandatanganan komitmen bersama pemerintah daerah, sekolah, dan tokoh masyarakat.
- Mendorong desa dan sekolah untuk menyediakan fasilitas, regulasi, dan budaya yang mendukung perlindungan anak.
Kegiatan di Rumah Bersama Keluarga
- Membuat pohon harapan anak.
- Kuis keluarga seputar hak dan kewajiban anak.
- Membuat scrapbook bersama tentang “Aku dan Mimpiku”.
- Bermain permainan tradisional dan edukatif (congklak, engklek, ular tangga edisi edukasi hak anak).
- Menulis surat untuk anak sendiri di masa depan.
Penutup
Peringatan Hari Anak Nasional seharusnya menjadi lebih dari sekadar seremoni tahunan. Ini adalah momentum nasional untuk memperkuat komitmen bersama dalam menjadikan Indonesia sebagai negara yang ramah anak. Perlindungan anak adalah investasi terbaik sebuah bangsa.
Dengan memahami hak-hak anak, mencegah kekerasan, serta menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, kita turut membangun masa depan bangsa yang adil, cerdas, dan sejahtera.
“Anak-anak adalah harapan dan cahaya masa depan. Mari kita jaga cahaya itu tetap menyala.” – Dr. Seto Mulyadi
Referensi:
- UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
- Konvensi Hak Anak (CRC) – UNICEF
- Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) 2023
- Wawancara Kompas bersama Kak Seto, 2022
- BPS Indonesia: Statistik Anak Indonesia 2023
- Unicef Indonesia. (2024). State of Children in Indonesia
- Website resmi KemenPPPA: https://www.kemenpppa.go.id
- https://www.unicef.org/indonesia/id
#HariAnakNasional #HAN2025 #IndonesiaRamahAnak #LindungiAnak #StopKekerasanAnak #AnakAdalahMasaDepan #SuaraAnakIndonesia #AnakBahagiaBangsaJaya