PTALI

Pendahuluan

Masalah sampah di Indonesia telah menjadi isu krusial yang terus berkembang seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem pengelolaan sampah adalah keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA), tempat terakhir di mana sampah akan ditimbun atau diproses lebih lanjut. Terdapat dua jenis TPA yang dikenal di Indonesia: TPA konvensional dan TPA modern. Keduanya memiliki pendekatan yang sangat berbeda dalam menangani limbah, baik dari segi teknologi, dampak lingkungan, hingga manfaat sosial.

Artikel ini akan mengulas secara komprehensif perbedaan antara TPA konvensional dan TPA modern serta pentingnya transformasi menuju pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan.

Pengertian TPA Konvensional dan TPA Modern

TPA Konvensional

TPA konvensional adalah tempat pembuangan sampah yang umumnya hanya berfungsi sebagai lokasi penimbunan akhir tanpa adanya sistem pengolahan lanjutan. Sampah yang dibuang ke TPA ini tidak dipilah terlebih dahulu, sehingga berbagai jenis limbah—organik, anorganik, hingga bahan berbahaya—bercampur dalam satu lokasi.

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mayoritas TPA di Indonesia masih menggunakan sistem open dumping, yaitu membuang dan menimbun sampah secara terbuka tanpa perlakuan khusus. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan, seperti pencemaran air tanah, udara (gas metana), dan tanah, serta risiko kesehatan bagi masyarakat di sekitar.

TPA Modern

TPA modern, yang sering disebut juga Sanitary Landfill, merupakan bentuk pengelolaan sampah akhir dengan sistem yang lebih tertata dan ramah lingkungan. Sampah yang masuk ke TPA modern biasanya sudah dipilah, dan proses penimbunannya dilakukan dengan perlakuan khusus untuk mencegah pencemaran. Teknologi digunakan untuk menangani gas metana, air lindi, serta mengelola sampah menjadi energi alternatif.

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor P.10/MENLHK/SETJEN/PLB.0/4/2018, sanitary landfill adalah metode penimbunan sampah dengan memperhatikan aspek lingkungan, termasuk pelapisan dasar, sistem drainase, pengelolaan gas, dan penutupan harian.

Perbedaan Utama antara TPA Modern dan TPA Konvensional

AspekTPA KonvensionalTPA Modern (Sanitary Landfill)
TeknologiMinim atau tidak adaMenggunakan sistem pelapisan, drainase, dan gas
Pengelolaan Air LindiDibiarkan meresap ke tanahDikelola melalui sistem penampungan dan filtrasi
Gas MetanaTerbuang ke udara (berbahaya)Ditangkap dan dapat dimanfaatkan sebagai energi
Dampak LingkunganTinggi (bau, polusi, risiko ledakan)Rendah, karena terkontrol
Penanganan SampahSampah bercampur dan tidak dipilahSampah dipilah dan dikelola lebih lanjut
Kesehatan MasyarakatRentan terhadap penyakitLebih aman karena terkontrol
Efisiensi LahanKurang efisien, cepat penuhLebih efisien, umur TPA bisa lebih panjang

Tantangan Penggunaan TPA Konvensional

1. Gas Metana yang Membahayakan

Sampah organik yang membusuk menghasilkan gas metana (CH₄), yang mudah terbakar dan dapat menyebabkan ledakan. Ledakan TPA Leuwigajah di Cimahi pada 2005 yang menewaskan lebih dari 140 orang adalah contoh nyata bahayanya pengelolaan sampah tanpa kontrol gas metana (LIPI, 2005).

2. Air Lindi yang Mencemari Lingkungan

Air lindi adalah cairan beracun yang dihasilkan dari proses pembusukan sampah. Di TPA konvensional, air ini seringkali tidak ditampung dengan baik dan meresap ke dalam tanah, mencemari air tanah yang digunakan oleh warga.

3. Penyebaran Penyakit

TPA terbuka menjadi tempat berkembang biaknya vektor penyakit seperti lalat, tikus, dan nyamuk. Hal ini berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat sekitar TPA.

Keunggulan TPA Modern

1. Pengendalian Pencemaran

TPA modern dilengkapi dengan sistem pelapisan geomembran pada dasar lahan yang mencegah resapan air lindi ke tanah. Air lindi dikumpulkan dan diolah dalam instalasi pengolahan air lindi (IPAL) sebelum dibuang ke lingkungan.

2. Pemanfaatan Gas Metana

Salah satu keunggulan TPA modern adalah kemampuan menangkap gas metana yang kemudian diubah menjadi energi listrik. Contohnya adalah TPA Benowo di Surabaya, yang mampu menghasilkan listrik hingga 2 megawatt dari gas metana (Pemkot Surabaya, 2021).

3. Daur Ulang dan Pengomposan

Beberapa TPA modern juga mengadopsi fasilitas Material Recovery Facility (MRF) yang memungkinkan pemilahan dan daur ulang sampah anorganik serta pengomposan sampah organik.

Studi Kasus: TPA Benowo vs TPA Bantargebang

TPA Benowo, Surabaya

  • Menggunakan sistem sanitary landfill.
  • Dilengkapi dengan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
  • Dapat mengelola 1000 ton sampah/hari.
  • Tidak ada bau menyengat berlebihan.
  • Menjadi model pengelolaan sampah modern di Indonesia.

TPA Bantargebang, Bekasi

  • Merupakan TPA terbesar di Indonesia, menampung sampah dari DKI Jakarta.
  • Telah mengalami transformasi sebagian ke sanitary landfill, namun sebagian besar masih open dumping.
  • Menghadapi masalah over kapasitas, bau, dan pencemaran.

Mengapa Indonesia Harus Beralih ke TPA Modern?

Menurut data KLHK (2023), dari sekitar 400 TPA di Indonesia, hanya sekitar 15% yang menerapkan sistem sanitary landfill secara penuh. Dengan meningkatnya jumlah timbulan sampah harian (sekitar 67 juta ton/tahun), transformasi ke arah TPA modern adalah sebuah keniscayaan.

Dr. Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup Indonesia, menyatakan bahwa “pengelolaan sampah yang baik bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal komitmen politik dan kesadaran publik terhadap pentingnya menjaga lingkungan.”

Sementara itu, Prof. Enri Damanhuri, ahli teknik lingkungan ITB, menekankan bahwa “TPA modern harus menjadi tulang punggung dalam sistem pengelolaan sampah terpadu yang mengutamakan pengurangan dari sumber, daur ulang, dan pengolahan.”

Kesimpulan

Perbedaan antara TPA konvensional dan TPA modern sangatlah signifikan, baik dari sisi teknologi, dampak lingkungan, maupun manfaat sosial. TPA konvensional yang masih banyak digunakan di Indonesia terbukti membawa berbagai risiko kesehatan dan lingkungan. Sebaliknya, TPA modern menawarkan pendekatan yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Peralihan dari sistem konvensional ke sistem modern bukan hanya tugas pemerintah, tetapi membutuhkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha. Dengan pengelolaan sampah yang tepat, Indonesia tidak hanya akan terbebas dari krisis sampah, tetapi juga dapat menciptakan energi alternatif dan lapangan kerja baru.

Sumber:

  1. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2023). Data Pengelolaan Sampah Nasional. https://sipsn.menlhk.go.id
  2. LIPI. (2005). Kajian Penyebab Tragedi TPA Leuwigajah.
  3. Pemerintah Kota Surabaya. (2021). Pembangkit Listrik dari Sampah di TPA Benowo.
  4. Enri Damanhuri, ITB. (2022). Seminar Nasional Pengelolaan Sampah Terpadu.
  5. Emil Salim. (2020). Kuliah Umum Pengelolaan Lingkungan.
Safrin Heruwanto

By admin