PTALI

Lingkungan Hidup dan Peran Keluarga dalam Peringatan Hari Keluarga Internasional

Pendahuluan

Setiap tanggal 15 Mei, dunia memperingati Hari Keluarga Internasional (International Day of Families) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak tahun 1993. Peringatan ini bertujuan untuk menyoroti pentingnya keluarga sebagai unit dasar masyarakat dan bagaimana kebijakan serta tren global memengaruhi struktur, stabilitas, dan kesejahteraan keluarga. Dalam konteks yang lebih luas, keluarga juga memainkan peran penting dalam menanamkan nilai-nilai yang membentuk karakter generasi penerus, termasuk dalam hal kepedulian terhadap lingkungan hidup.

Tantangan lingkungan global seperti perubahan iklim, polusi, hilangnya keanekaragaman hayati, dan degradasi tanah mengancam kelangsungan hidup manusia. Namun, solusi terhadap masalah ini tidak semata-mata bergantung pada kebijakan besar pemerintah atau teknologi mutakhir. Justru, perubahan kecil yang dimulai dari rumah tangga dapat memberikan dampak luar biasa terhadap pelestarian bumi. Hari Keluarga Internasional menjadi momen reflektif untuk mengaitkan kembali peran keluarga dalam menjaga lingkungan secara kolektif dan berkelanjutan.

1. Keluarga sebagai Agen Perubahan Lingkungan

Keluarga adalah institusi pertama tempat anak-anak belajar tentang kehidupan. Sikap dan kebiasaan yang ditanamkan sejak dini dalam keluarga akan melekat dan terbawa hingga dewasa. Oleh karena itu, keluarga memiliki posisi strategis sebagai agen perubahan, termasuk dalam menciptakan gaya hidup ramah lingkungan.

Contohnya, kebiasaan sederhana seperti mematikan lampu saat tidak digunakan, menghemat air, memilah sampah, hingga membawa tas belanja sendiri dapat menjadi praktik yang mengakar jika dilatih sejak dini. Organisasi seperti UN Environment Programme (UNEP) mendorong penerapan gaya hidup berkelanjutan (sustainable lifestyles) yang dapat dimulai dari keluarga, sebagai kunci mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) terutama SDG 12 tentang konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (UNEP, 2021).

2. Pendidikan Lingkungan Dimulai dari Rumah

Rumah adalah sekolah pertama bagi anak, dan orang tua adalah guru pertamanya. Oleh karena itu, penting bagi keluarga untuk menjadikan pendidikan lingkungan sebagai bagian dari proses pengasuhan.

Beberapa praktik edukatif yang bisa diterapkan di rumah antara lain:

  • Mengajak anak mengenal tanaman dan siklus kehidupan alam.
  • Membuat kompos dari sampah dapur.
  • Mendaur ulang barang bekas secara kreatif.
  • Menonton film dokumenter lingkungan, seperti “Our Planet” dari Netflix atau “Before the Flood” oleh Leonardo DiCaprio.

Menurut United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), pendidikan lingkungan sebaiknya dimulai sejak usia dini agar dapat membentuk kesadaran ekologis secara menyeluruh (UNESCO, 2017). Pendidikan ini tidak harus rumit, tetapi harus konsisten dan dilakukan dalam suasana menyenangkan.

3. Konsumsi Bertanggung Jawab: Gaya Hidup Ramah Lingkungan dalam Keluarga

Gaya hidup modern mendorong konsumsi tinggi dan penggunaan sumber daya yang boros. Padahal, konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 60% emisi gas rumah kaca global dan hampir 80% kehilangan keanekaragaman hayati (Ivanova et al., 2016, Journal of Industrial Ecology). Oleh karena itu, rumah tangga menjadi sasaran strategis dalam menekan laju degradasi lingkungan.

Beberapa tindakan konsumsi bertanggung jawab meliputi:

  • Memilih produk lokal dan musiman.
  • Menghindari makanan olahan berlebihan.
  • Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
  • Membeli produk tahan lama, bukan yang cepat rusak.
  • Menyumbangkan barang yang tidak terpakai, bukan membuangnya.

Kebijakan konsumsi ini juga berkaitan erat dengan keadilan lingkungan, karena konsumsi berlebihan di satu wilayah bisa menyebabkan degradasi lingkungan di tempat lain. Maka penting bagi keluarga untuk menyadari rantai pasok global dan tanggung jawab sosial atas setiap keputusan konsumsi.

4. Hari Keluarga Internasional sebagai Momentum Aksi Nyata

Hari Keluarga Internasional bisa menjadi kesempatan untuk mengajak semua anggota keluarga terlibat dalam aksi nyata bagi lingkungan. Beberapa kegiatan inspiratif antara lain:

  • Menanam pohon bersama sebagai simbol kontribusi keluarga terhadap lingkungan.
  • Melakukan tantangan tanpa sampah plastik selama satu minggu.
  • Mengikuti kegiatan bersih-bersih pantai, sungai, atau taman.
  • Mengikuti lokakarya ramah lingkungan, seperti membuat sabun dari minyak jelantah atau kerajinan dari limbah.

Peringatan ini dapat dimanfaatkan sebagai agenda tahunan untuk memperbarui komitmen keluarga dalam menjaga bumi. Organisasi seperti WWF (World Wide Fund for Nature) dan Friends of the Earth juga menyarankan integrasi kegiatan keluarga dalam upaya konservasi lingkungan sebagai cara efektif membentuk budaya hijau dari akar rumput.

5. Peran Teknologi dan Media Sosial dalam Gaya Hidup Hijau Keluarga

Teknologi dapat menjadi alat bantu yang luar biasa untuk mendukung gaya hidup berkelanjutan dalam keluarga. Misalnya:

  • Aplikasi pelacak jejak karbon (carbon footprint calculator).
  • Platform komunitas berbagi barang bekas seperti OLX atau Freecycle.
  • Video tutorial tentang cara membuat kompos atau kebun hidroponik di rumah.

Namun, media sosial juga dapat menjadi pedang bermata dua. Jika tidak dikelola dengan bijak, media sosial bisa mendorong budaya konsumtif dan pencitraan yang tidak ramah lingkungan. Karena itu, keluarga perlu membangun kesadaran digital (digital awareness) dan hanya menyebarkan konten yang mendukung nilai keberlanjutan.

6. Kolaborasi Keluarga, Sekolah, dan Pemerintah

Keberhasilan pelestarian lingkungan membutuhkan kolaborasi antara keluarga, institusi pendidikan, dan pemerintah. Sekolah bisa mengadakan program “Edukasi Hijau” yang melibatkan orang tua dan anak. Pemerintah dapat:

  • Memberikan insentif pajak bagi rumah tangga yang menggunakan energi terbarukan.
  • endorong pengelolaan sampah berbasis rumah tangga.
  • Menyediakan taman dan ruang hijau publik yang ramah keluarga.

Program seperti Eco-Schools yang dijalankan oleh Foundation for Environmental Education (FEE) membuktikan bahwa pelibatan orang tua dalam pendidikan lingkungan sekolah mampu meningkatkan dampak nyata pada komunitas.

7. Lingkungan yang Sehat, Keluarga yang Sejahtera

Lingkungan yang sehat mendukung kesejahteraan keluarga dalam berbagai aspek:

  • Kesehatan fisik: Udara bersih, air layak, dan makanan sehat mendukung tumbuh kembang anak dan kesehatan lansia.
  • Kesehatan mental: Akses ke ruang terbuka hijau terbukti dapat menurunkan stres dan memperkuat hubungan antar anggota keluarga (Maas et al., 2006).
  • Ketahanan ekonomi: Rumah tangga yang mandiri energi atau memiliki kebun pangan lebih tahan terhadap krisis ekonomi dan iklim.

Oleh karena itu, menjaga lingkungan bukan hanya bentuk cinta kepada bumi, tetapi juga investasi untuk masa depan keluarga itu sendiri.

Daftar Referensi

  1. United Nations. (1993). International Day of Families. https://www.un.org/en/observances/international-day-of-families
  2. UNEP. (2021). Emissions Gap Report 2021. United Nations Environment Programme. https://www.unep.org/resources/emissions-gap-report-2021
  3. Ivanova, D., et al. (2016). Environmental Impact Assessment of Household Consumption. Journal of Industrial Ecology, 20(3), 526–536. https://doi.org/10.1111/jiec.12371
  4. UNESCO. (2017). Education for Sustainable Development Goals: Learning Objectives. https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000247444
  5. WWF. (2020). Living Planet Report 2020. World Wide Fund for Nature. https://livingplanet.panda.org
  6. Maas, J., et al. (2006). Green space, urbanity, and health: how strong is the relation? Journal of Epidemiology & Community Health, 60(7), 587–592.
  7. Foundation for Environmental Education (FEE). (2024). Eco-Schools Global Program. https://www.ecoschools.global
Safrin Heruwanto

By admin