PTALI

Di balik tumpukan sampah yang menggunung di tempat pembuangan akhir (TPA), tersembunyi ancaman serius yang jarang disadari masyarakat: gas metana (CH₄). Gas ini dihasilkan dari proses pembusukan limbah organik dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen). Sekilas tak terlihat, tapi metana memiliki potensi ledakan yang sangat tinggi dan berkontribusi besar terhadap pemanasan global. Karena itulah, gas metana sering dijuluki sebagai “bom waktu” dari tumpukan sampah.

Apa Itu Gas Metana?

Gas metana adalah senyawa hidrokarbon yang terbentuk secara alami maupun melalui aktivitas manusia. Dalam konteks pengelolaan sampah, metana terbentuk ketika sampah organik seperti sisa makanan, daun, atau kertas membusuk di tempat yang minim oksigen seperti di dalam tumpukan sampah TPA. Proses ini disebut degradasi anaerob.

Menurut United States Environmental Protection Agency (EPA), gas metana memiliki potensi pemanasan global (global warming potential/GWP) 25 kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida (CO₂) dalam jangka waktu 100 tahun. Artinya, meski jumlahnya lebih kecil, dampak pemanasan yang ditimbulkan metana jauh lebih besar.

Sumber Gas Metana dari Sampah

Gas metana dari TPA dihasilkan terutama oleh limbah organik. Sumber utamanya antara lain:

  • Sisa makanan dan dapur rumah tangga
  • Sampah taman dan daun-daunan
  • Limbah industri makanan
  • Kertas dan karton basah

Di TPA terbuka (open dumping), tumpukan sampah menumpuk tanpa pemilahan dan tidak mendapat perlakuan khusus. Sampah-sampah ini kemudian membusuk dan menghasilkan gas metana yang bisa merembes ke permukaan tanah atau tertahan dalam kantong gas di bawah tumpukan, yang sewaktu-waktu dapat meledak jika terkena percikan api.

Metana Sebagai Ancaman

1. Ledakan dan Kebakaran

Kasus-kasus ledakan TPA akibat akumulasi metana sudah sering terjadi di berbagai negara. Salah satu contoh tragis terjadi di TPA Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat pada tahun 2005. Ketika itu, longsoran sampah disertai ledakan metana menewaskan lebih dari 140 jiwa dan menghancurkan dua kampung. (Sumber: Tempo.co, 2005)

Ledakan serupa terjadi karena gas metana yang terperangkap di dalam tumpukan sampah mencapai konsentrasi tinggi, dan hanya butuh percikan api kecil untuk memicu kebakaran besar.

2. Kontribusi pada Perubahan Iklim

Gas metana menyumbang sekitar 20% dari total emisi gas rumah kaca global, dan TPA menjadi salah satu penyumbang terbesar. Di Indonesia, berdasarkan data dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), sektor limbah menyumbang sekitar 12% dari total emisi gas rumah kaca nasional, sebagian besar berasal dari metana di TPA.

3. Risiko Kesehatan dan Lingkungan

Selain risiko ledakan, gas metana di TPA juga berkontribusi pada pencemaran udara dan penurunan kualitas udara di sekitar area pembuangan. Gas ini sering bercampur dengan senyawa berbahaya lainnya seperti hidrogen sulfida (H₂S) yang menimbulkan bau busuk dan bisa memicu gangguan pernapasan.

Mengapa Ini Disebut “Bom Waktu”?

Gas metana tidak berwarna dan tidak berbau, sehingga sulit terdeteksi tanpa alat khusus. Di tempat pembuangan terbuka, di mana tidak ada sistem kontrol gas, metana terus terbentuk dan menumpuk. Jika tekanan gas terlalu tinggi dan struktur sampah tidak stabil, maka bisa terjadi ledakan. Ledakan ini bisa menghancurkan bangunan di sekitarnya, menimbulkan longsor sampah, dan bahkan menyebabkan korban jiwa.

Seperti bom yang menghitung waktu, akumulasi gas metana terus terjadi tanpa disadari hingga titik kritis tercapai. Dan ketika itu terjadi, dampaknya bisa sangat fatal.

Solusi dan Teknologi Penanganan

1. Sanitary Landfill

Berbeda dengan TPA terbuka, sanitary landfill adalah sistem pembuangan sampah yang lebih terkontrol. Sampah ditumpuk dalam lapisan, dipadatkan, lalu ditutup tanah setiap hari. Lebih penting lagi, sanitary landfill dilengkapi dengan sistem penangkapan gas yang mengalirkan metana ke pipa-pipa dan bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi.

Beberapa negara maju bahkan sudah memanen metana dari TPA untuk digunakan sebagai bahan bakar pembangkit listrik.

2. Pemilahan dan Komposting

Mengurangi volume sampah organik yang masuk ke TPA adalah langkah penting. Pemilahan sampah di tingkat rumah tangga dan penggunaan komposter rumahan atau kompos kolektif di lingkungan bisa mengurangi potensi pembentukan metana.

3. Waste to Energy (WTE)

Teknologi waste to energy seperti anaerobic digester memanfaatkan limbah organik untuk menghasilkan biogas, termasuk metana, secara terkontrol dan aman. Gas ini kemudian digunakan untuk listrik atau bahan bakar alternatif.

4. Peningkatan Kesadaran Publik

Perubahan besar dimulai dari skala kecil. Edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya metana dan pentingnya pemilahan sampah organik sangat penting. Selain itu, kampanye untuk mengurangi food waste (sampah makanan) juga turut membantu.

Studi Kasus: Pemanfaatan Gas Metana

  • Denmark: Negara ini memiliki program daur ulang dan pengolahan limbah organik yang sangat efisien. Di kota Aarhus, gas metana dari limbah organik diolah menjadi biogas yang mencukupi kebutuhan listrik dan pemanas rumah bagi ribuan warga.
  • Surabaya, Indonesia: Pemerintah Kota Surabaya sudah sejak lama menerapkan sistem komposting di beberapa TPA serta pemilahan limbah di sumber. Hal ini berhasil menurunkan volume sampah yang masuk TPA serta mengurangi produksi gas metana.

Penutup

Gas metana memang tak terlihat, tapi dampaknya sangat nyata. Ia tak hanya menyumbang besar pada pemanasan global, tetapi juga menjadi ancaman langsung bagi keselamatan manusia melalui risiko ledakan dan kebakaran. Tumpukan sampah bukan sekadar masalah estetika atau bau, tapi menyimpan potensi bencana yang tak boleh diabaikan.

Untuk mengatasi bom waktu ini, dibutuhkan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. Mulai dari sistem pengelolaan TPA yang aman, teknologi pemanfaatan gas, hingga edukasi publik tentang pentingnya memilah dan mengelola sampah organik. Jika tidak, kita hanya tinggal menunggu waktu sampai bom itu meledak.

Referensi:

  1. United States Environmental Protection Agency (EPA) – https://www.epa.gov
  2. KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) – Inventarisasi GRK Indonesia
  3. Tempo.co. (2005). Ledakan TPA Leuwigajah.
  4. World Bank. (2022). What a Waste 2.0: A Global Snapshot of Solid Waste Management to 2050.
  5. Mongabay Indonesia – “Bahaya Gas Metana di Tempat Pembuangan Akhir”
  6. UNEP – United Nations Environment Programme: Methane Emissions Reduction
Safrin Heruwanto

By admin